Jasa Ukir Online – Jasa Ukiran Khas Jepara

kami menerima jasa pengukiran majapahit kuno, mataram, modern eropa dan ukiran khas jepara lainnya serta jasa design ukiran

Posts Tagged ‘seni ukir jepara’

Kerajinan Ukir Patung Mulyoharjo Jadi Produk Unggulan Jepara

Posted by amiruljepara on October 29, 2011

patung mulyoharjo

patung mulyoharjo

Jepara— 6 kilometer menuju utara dari alun-alun Jepara, tepatnya di desa Mulyoharjo, terdapat sebuah sentra kerajinan ukir dan patung yang merupakan produk ukir unggulan Jepara.

Sepanjang jalan berpaving yang telah diperluas demi kenyamanan pengunjung ini dipenuhi aneka produk khas Jepara dari kayu Jati, Meh atau Trembesi, maupun mahony. Mulai dari patung, aneka dekorasi ukir, maupun dekorasi dari kayu utuh. Semua adalah karya seni asli pengrajin ukir Jepara yang telah terkenal kerajinan kayunya sejak abad 18.

Reputasi kami telah mendunia jauh sebelum Indonesia merdeka, ungkap seorang pengrajin patung di Mulyoharjo.

Jika dulu hanya ada kios-kios kecil sekaligus rumah yang menjual produk unggulan Jepara ini, saat ini terus saja dibangun toko-toko maupun showroom baru dan besar yang terkesan eksklusif mengingat potensinya yang sangat baik.

Bahkan pemerintah daerah Jepara tahun ini memasarkan Jepara Industrial Bondedzone atau yang disebut juga Jepara UKM Center seluas 27,2 hektar. Lokasinya di Sentra kerajinan Mulyoharjo dan dilengkapi dengan aneka fasilitas dan infrastruktur yang menunjang serta mempermudah proses ekspor mebel furniture dan handycraft Jepara.

Lokasinya hanya 5 menit dari pusat kota Jepara dan bersebelahan dengan stadion Gelora Bumi Kartini Jepara. Diharapkan lokasi baru ini semakin mengukuhkan Jepara sebagai sentra Furniture dan Handycraft Dunia.

Oleh Ibu Susindra

Posted in dekorasi ukir, ekspor mebel furniture, gebyok, gebyok jepara, gelora bumi kartini, handicraft jepara, jasa furniture, jepara, kayu, kayu mahony, kayu meh atau trembesi, pengrajin, pengrajin jepara, pengrajin mebel di Jepara, pengrajin patug mulyoharjo jepara, pengrajin ukir, pengukir Jepara, potensi ukir kayu, produk industri ukir, produk ukir jepara, produk ukir unggulan jepara, produk ukiran | Tagged: , , , , , | 1 Comment »

Jepara Sebagai Industri Kerajinan Ukir

Posted by amiruljepara on October 26, 2011

Jepara Sebagai Industri Kerajinan Ukir
Industri perabot ukiran kayu merupakan hal yang sangat penting bagi kota Jepara sebagai senjata untuk terus meningkatkan kondisi perekonomian daerah. Agar nama baik industrinya tetap terjaga, dan mengingat jumlah ahli kayu yang sangat terbatas, maka perlu dikembangkan suatu cara deteksi jenis kayu untuk mengurangi dan mengantisipasi kasus penipuan yang dapat mencemarkan nama baik ukiran Jepara. Hal ini dimaksudkan supaya tidak berdampak pada kehidupan ekonomi penduduk Jepara yang mayoritas berprofesi di bidang industri perabot ukiran kayu.
Dalam Tugas Akhir ini menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk pengenalan pola image kayu. Sebelumnya citra latih dan citra uji dicropping, diambil vektor-vektor cirinya menggunakan metode ekstraksi ciri statistik orde pertama dan orde kedua serta filter gabor, kemudian vektor ciri citra latih digunakan sebagai input pada training JST bacpropagation. Hasil training selanjutnya diuji dengan vektor ciri citra uji untuk mendapatkan akurasinya.

Posted in filter gabor, Industri perabot ukiran kayu, kerajian ukir, kerajinan meubel, Kerajinan Patung & Ukiran, kota jepara, nama baik ukiran Jepara, penduduk Jepara, training JST bacpropagation, ukir kayu di jepara, ukir kayu jepara, ukir-ukiran Jepara, ukiran, ukiran jepara | Tagged: , , , , , , , | 2 Comments »

Jepara Sebagai Sentra Ukir

Posted by amiruljepara on October 26, 2011

JEPARA SEBAGAI SENTRA UKIR Kabupaten Jepara dikenal sebagai penghasil kerajinan mebel ukir bertaraf Internasional. Boleh saja daerah lain mempunyai produk-produk mebel dan furnitur dengan berbagai desain. Akan tetapi untuk masalah motif ukir-ukiran, Jepara masih tak tertandingi. Ukir-ukiran inilah yang menjadikan produk-produk furnitur Jepara mempunyai kekhasan tersendiri. Selain sebagai sebuah produk budaya hasil karya masyarakat lokal, ia juga merupakan karya seni yang bernilai estetik tinggi. Tak berlebihan jika Jepara mendapat gelar sebagai The World Carving Center.

Dari manakah tangan-tangan terampil pengukir Jepara itu dihasilkan? Setidaknya ada dua cara untuk mempelajari kerajinan ukir Jepara. Pertama adalah dengan cara “magang” pada perajin yang telah mapan. Melalui cara ini seorang peminat ukir akan dibimbing langsung oleh perajin bersangkutan di brak (tempat kerja pertukangan) mereka. Tentu dalam proses dan suasana belajar yang jauh dari kesan formal.

Kebanyakan perajin ukir Jepara belajar dengan cara ini. Mereka belajar ukir secara tradisional dan konvensional, baik dari keluarga, kerabat, maupun tetangga mereka. Tak ada kurikulum, dan tak ada batasan waktu belajar. Jenis dan motif ukiran yang dipelajari disesuaikan dengan order atau pesanan yang diterima oleh si perajin. Jadi, dengan cara ini, si pembelajar akan mengetahui langsung trend pasar permebelan yang sedang berkembang dan diminati oleh buyer atau pembeli.

Penulis sendiri sewaktu tinggal di Kecamatan Batealit –salah satu sentra mebel di Jepara selain Kecamatan Tahunan, Mlonggo, dan Bangsri— juga pernah belajar ukir melalui cara ini. Namun, karena kurang telaten dan tidak kerasan, akhirnya memutuskan untuk berhenti.

Yang ke-dua adalah dengan cara belajar di lembaga non-formal. Ada dua lembaga non-formal yang selama ini menyelenggarakan pendidikan ukir, yaitu Sekolah Ukir yang berlokasi di Pekeng, Tahunan, dan Pusat Pelatihan Keterampilan Ukir Kayu Fedep Jepara (PPKUFJ) yang terletak di Desa Sukodono, juga Kecamatan Tahunan.

Baik Sekolah Ukir di Pekeng, maupun PPKUFJ sama-sama menyelenggarakan pendidikan selama setahun. Sembilan bulan teori dan praktik di kelas, dan tiga bulan on the job training atau magang di perusahaan-perusahaan mebel. Pendidikan difokuskan pada keterampilan praktis mengukir, tentu setelah sebelumnya dibekali dengan teori dan pengetahuan mengenai motif dan jenis ukiran. Dengan demikian, porsi untuk praktik mempunyai bagian yang lebih besar.

Untuk menjadi siswa di Sekolah Ukir tidak disyaratkan harus tamat pendidikan formal tertentu, misalnya SLTP atau SLTA. Semuanya bisa mendaftar dan diterima, baik lulusan SD maupun SLTA. Bahkan ketika suatu hari penulis berkunjung ke PPKUFJ, penulis juga menemukan guru –yang telah mengajar di sebuah sekolah formal di Jepara– yang ikut belajar ukir di sana. Tentu saja dia belajar secara “ekstensi”, masuk hanya pada akhir pekan. Ada fasilitas lain yang disediakan pengelola, yaitu asrama bagi siswa yang berasal dari luar daerah.

Di tengah gempuran kuat arus globalisasi yang tengah melanda dunia, aset-aset bangsa yang berbasis pada kebudayaan lokal –tak terkecuali kerajinan dan kesenian ukir— menjadi elemen yang sangat penting untuk membangun citra, karakter, dan identitas bangsa di mata Internasional. Maka dari itu, mari kita lestarikan kekayaan bangsa kita. Jangan sampai negara lain mengklaim (lagi) kepemilikan atas aset-aset budaya yang telah susah payah diciptakan dan dikembangkan oleh bangsa kita, hanya karena kita lalai merawat dan melestarikannya.

Tertarik untuk turut berpartisipasi dalam upaya pelestarian itu dengan menjadi perajin dan seniman ukir? Atau ingin sekadar mengamati proses kreatif para perajin ukir Jepara? Tempat-tempat di atas merupakan pilihan yang sangat tepat.

Oleh : Alvin Vernando

Posted in peningkatan mutu ukiran jepara, seniman ukir, seniman ukir jepara, Uncategorized, warisan budaya mengukir jepara dari indonesia | Tagged: , , , , , | Leave a Comment »

Jepara: Industri Seni Kerajinan Mebel Ukir(Bag 1)

Posted by amiruljepara on October 25, 2011

Jepara punya ungkapan yang dilontarkan oleh perajin mebel ukir bahwa “hidup atau mati bersama-sama dengan kayu”. Ungkapan in menunjuk suatu tekad bulat dan mantap dari lubuh hati yang teguh dalam menekuni bidang profesinya, meskipun berhadapan dengan berbagai rintangan dan hambatan.

Sesungguhnya, jepara adalah sebuah kota kecil terletak di kawasan pantai utara Jawa, akan tetapi Jepara memilik sejarah yang amat panjang. Pada abad ke 7 di Jawa terdapat sebuah kerajaan bernama Ho-Ling yang oleh para pakar disamakan dengan Kalingga. Diduga kerajaan itu berada di Jepara. Pada 674 Kalingga diperintah oleh seorang raja perempuan bernama Ratu Shima, yang merintis kerajaannya menjadi kota pelabuhan. Kelak, kota pelabuhan itu banyak dikunjungi oleh kapal asing, baik yang dating dari india, arab, Cina, Kamboja, maupun dari Eropa Barat. Jepara kemudian menjadi sangat ramai oleh kesibukan di bidang pelayaran, perniagaan, perdagangan dan menjadi salah satu pintu gerbang masukknya berbagai pengaruh asing. Akibatnya, di satu sisi telah terjadi proses urbanisasi, di sisi lain terjadi akulturasi seni dan budaya. Menurut Groneveldt, kerajaaan Kalingga berlangsung sejak abad ke 7 sampai abad ke 9, sesudah itu pusat kerajaan berpindah ke selatan untuk selanjutnya bergeser ke Timur.

Pada abad ke 11 sampai ke 15 hubungan kerajaan majapahit dengan Campa dan Cina sudah sangat akrab. Para penguasa kearajaan saling berkunjung dan member upeti, namun yang terjadi kadang-kadang sebaliknya, saling menyerang dan menguasai untuk meluaskan pengaruh kekuasaan, wilayah perniagaan, dan daerah perdagangan. Di samping itu, para sufi dan penyebar agama Islam juga berdatangan, diantaranya, Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah, selain sebagai pelopor dan penyebar Islam, juga menjadi raja, sehingga dia mendapat julukan Pandita Ratu. Menurut berita-berita Portugis, sejak pertengahan abad ke 16, Jepara dipimpin oleh raja perempuan bernama Ratu Kalinyamat yang akrab dengan penerus kekuasaan Demak Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Pada masanya, Ratu Kalinyamat berhasil mengangkat Jepara menjadi salah satu ibukota dan pelabuhan terpenting di pantai pesisir utara tanah jawa.

Pada abad ke 16 sampai 19, kota Demak dan Jepara menjadi dwikota yang berkuasa. Graaf menyatakan, mungkin Jepara adalah kota tua, lebih tua dari Demak. Dua kota itu sangat penting bagi pemerintah, baik pada masa pemerintahan kerajaan Demak, Pajang, Mataram, maupun pada masa pemerintahan Kolonial. Pada tahun 1599, Jepara ditaklukkan oleh Panembahan Senopati, sehingga eksistensinya berada di bawah kekuasaan Mataram. Meskipun demikian, Jepara tetap merupakan pelabuhan penting dan mempunyai peranan yang besar bagi kerajaan. Pada tahun 1615, orang-orang Belanda melaporkan telah bertemu sekitar 60 hingga 80 jung dari di dekat pantai Sumatera, sebagian besar diantaranya berasal dari Jepara. Pada waktu itu, wilayah Pesisir Mataram dibagi dua bagian, yaitu Tlatah Pesisir Kulon dan Tlatah Pesisir Wetan. Jepara termasuk wilayah pesisir wetan. Pada abad ke 18, usat pemerintahan dipindahkan ke Semarang, akibatnya pelabuhan Jepara mengalami kemunduran hebat.

Pada akhir abad ke 19 sampai awal abad ke 20, Jepara tampil kembali dalam percaturan internasional dengan hadirnya RA Kartini, seorang tokoh gerakan emansipasi wanita yang secara cemerlang dan berhasil meletakkan dasar-dasar perjuangan bagi kaumnya. Suatu pergerakan yang mengantarkannya diakui sebagai pelopor pergerakan wanita. Kartini juga memikirkan masalah pendidikan bagi masa depan bangsanya, suatu gagasan yang mengilhami lahirnya model pendidikan seperti yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Ia sangat memperhatikan kesejahteraan hidup rakyat kecil dan berusaha keras untuk mengangkat dan mengembangkan potensi daerah, khususnya di bidang seni Kerajinan.

Dewasa ini, Jepara lebih dikenal sebagai pusat industry seni kerajinan mebel ukir kayu, suatu jenis kegiatan seni tradisi pertukangan dan perundagian yang telah berkembang menjadi salah atu unit usaha industry yang handal. Hasil produksnya telah memasuki daerah pemasaran yang luas, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional, antara lain di lima benua, yaitu di Asia, Afrika, Australia, dan Eropa.

Sumber : SP Gustami

Posted in arab, cina, demak dan jepara menjad dwikota, eropa barat, Groneveldt, india, jepara sebagai ibukota pesisir utara jawa, jepara sebuah kota kecil, kamboja, kerajaan kalingga, kerajaan majapahit, pengrajin jepara, pengrajin mebel di Jepara, pengrajin mebel ukir, pengrajin ukir, pengrajin ukir yang berkualitas tinggi, pusat industry seni kerajinan mebel ukir kayu, ratu shima | Tagged: , , , , , , | 5 Comments »

Jepara di masa Ratu Kalinyamat

Posted by amiruljepara on October 25, 2011

Masa berlangsungnya pemerintahan Ratu Kalinyamat adalah masa kejayaan aktivitas pertukangan dan perundagian yang berkaitan dengan pembangunan galangan kapal, pembuatan perahu nelayan, pembangunan rumah tradisional, istana, tempat tinggal para bangsawan, tempat tinggal atau rumah penduduk, rumah ibadah, makam dan perabot rumah tangga. Para perajin berhasil mewujudkan karya seni bernilai tinggi seperti tampak pada hasil pembangunan rumah tradisional Kudus. Bangunan itu dibuat penuh ukiran yang indah, rumit, ngrawit, ngremit, dan werit. Sesuai jamannya pembangunan rumah tradisional Kudus dipertimbangkan dengan cermat dan seksama, sehingga hasilnya dapat memenuhi kebutuhan fungsional dan memberikan kepuasan estetik yang penuh makna simbolikdan harapan hidup. Keselarasan, kesejahteraan, dan kedamaian nampaknya merupakan tujuan utama umat manusia, hal itu terbungkus dalam berbagai bentuk ornamentasi, seperti terekam dalam hiasan berbentuk tangga yang melambangkan jalan masuk sorga, atau lalu lintas turun-naiknya roh-roh nenek moyang. Hiasan swastika melambangkan keserasian dan keseimbangan hidup, hiasan pucuk rebung dimaksudkan sebagai gambaran tunas muda yang tumbuh dan merefleksikan regenerasi, kesuburan, dan kelangsungan hidup. Hiasan kala-makara merupakan gambaran terpautnya dunia atas dan dunia bawah atau hubungan kasih saying ibu dan anak, yang selanjutnya dikaitkan dengan kasih saying Dewi Sri Pelindung kesuburan tanah pertanian.

Ekspresi seni seperti dijelaskan di atas lazim terjadi dan dilakukan oleh perajin sehingga karya yang dihasilkan mempunyai arti penting sebagai catatan peristiwa, rekaman pola piker, perlaku hidup, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat pendukungnya, yang disalurkan melalui perwujudan karya seni. Sistem pewarisan keahlian itu dilakukan secara turun temurun sehingga cabang seni ini dikategorikan sebagai seni tradisional.

Karya seni yang merepresentasikan nilai-nilai adiluhung seperti tercermin pada rumah tradisional Kudus, adalah salah satu tipe bangunan berstruktur kompleks, unik,ngremit, werit yang sampai kini tetap dikagumi masyarakat dan menjadi kebanggaan bangsa. Kekaguman itu tersirat dalam ungkapan simbolik yang berbunyi “ lembut bagaikan sutra dan ngrawit seperti rambut,”, suatu pernyataan yang mengakui keunggulan dan keindahan seni hasil karya perajin Jepara. Kehadiran seni tradisional itu dapat membangkitkan suasana nyaman, damai, anggun, bangga, dan monumental, bahkan menimbulkan minat untuk memiliki dan menikmatinya. Penyajian konstruksi dan ornamentasi yang disusun berlapis-lapis tumpang tindh dengan ceruk menjorok ke luar dank e dalam, mengingatkan pada tradisi seni sebelumnya seperti yang terpampang pada diding-dinding candi. Bentuk pilar dan panel dinding candi yang menjorok ke luar dank e dalam itu tampaknya melandasi penciptaan gebyok Kudus sehingga hasilnya memiliki gaya seni arsitektur yang unik dan spesifik.

Berbeda dengan hiasan panel pada dinding candi, motif hias pada panel gebyok Kudus didasarkan pada stilisasi tumbuhan, unsure-unsur geometis, pola permadani dan profil berukir. Semua itu terbangun menjadi satu kesatuan yang utuh dalam keseluruhan bentuk dekorasi dinding rumah tradisional tersebut. Motif hiasnya disusun dengan apik, cantik, estetik dan harmonis, membangkitkan rasa bangga dan kekaguman. Unsure ornament lainnya terdiri dari bentuk pilin yang disusun mirip tangga, bentuk tumpal yang menggambarkan pucuk rebung, buah nanas, swastika, meander dan banji. Bentuk sulur dan bunga padma yang menjulur tergerai pada vas bunga merupakan hamparan altar persembahan, sedangkan bentuk kaladan naga umumnya dikaitkan dengan dunia atas dan dunia bawah. Ayat-ayat suci Al Quran berupa kaligrafi Arab juga dimanfaatkan sebagai unsure hias, terutama untuk memperindah bangunan rumah ibadah, suatu hal yang menunjukkan relijiusitas masyarakat pendukungnya. Stilisasi bentuk burung dank era yang telah tersamar dalam bentuk kaligrafi arab, dewasa ini masih dapat disaksikan pada dinding makam Mantingan Jepara.

Produk lain yang kualitasnya setara dengan gebyok Kudus adalah slintru berukir tembus pandang yang berfungsi sebagai penyekat ruang untuk memisahkan ruang bagian dalam dan ruang bagian luar. Di balik slintru berukir krawangan yang indah dan rumit itu tersimpan maksud-maksud simbolik untuk menggambarkan alam piker orang Jawa. Slintru yang diukir tembus pandang (krawangan) kecuali berfungsi sebagai tirai pembatas, juga berguna untuk mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi di luar ruang dalam dalam. Hal ini mencerminkan sikap hati-hati dan waspada. Hiasan pada mahkota slintru umumnya mengacu pada bentuk meru, suatu motif hias yang lazim dimanfaatkan pada produk seni zaman purba.

Produk lain yang memperlihatkan kualitas tinggi ialah gayour gong, yang terbuat khusus untuk upacara seremonial. Dilihat dari segi desain dan ukirannya, produk itu memperlihatkan teknik keterampilan yang sempurna mantap, sophisticated dan fantastisch.

Pada zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat, bentuk barang dan unsure hias Eropa juga mwewarnai kegiatan pertukangan dan perundagian. Hal itu dapat diketahui melalui hasil stilisasi bunga dengan ceruk-ceruk tajam pada pilar gebyok Kudus mirip hiasan kapitil gaya seni Khorintia. Ketika itu, gaya seni Barok dan Racoco telah mempengaruhi bentuk ukir Jepara, karena menurut Lemara, pada abad ke 16, di negeri Belanda terjadi masa peralihan dari masa kondisi tertutup ke terbuka sehingga beteng-beteng kaum bangsawan menjadi terbuka sebagai akibat terjadinya perubahan besar di Eropa Barat yang memunculkan pola hidup individual. Rumah dan kamar semakin bertamah, kebutuhan perabot secara kuantitatif juga meningkat. Pada waktu itu telah terjadi penyeberangan di bidang keahlian yang mengakibatkan munculnya para professional multi ketrampilan. Para arsitek, selain membuat rencana bangunan juga membuat rancangan mebel ukir, tanpa peduli kesulitan teknis yang dihadapi perajin. Para perajin harus memecahkan sendiri masalah teknik baru pembuatan barang produksi berdasarkan teknik konstruksi yang lebih maju. Pada abad 17, yaitu pada masa pemerintahan Louis XIV, di perancis telah berdiri pabrik Gobelins yang beroperasi dalam skala besar dengan melibatkan ratusan perajin, seniman, decorator, dan pengukir untuk membuat kereta api, permadani, dan perabot rumah tangga berukir mewah. Pada pertengahan abad 18, Inggris memproduksi barang keperluan rumah tangga yang artistik dengan kemanfaatan (utility) dan daya tahan (durability) sejalan dengan perkembangan industrialisasi. Prancis memimpin perkembangan seni mebel ukir dengan gaya Louis ke XIV yang memuncak pada gaya Louis ke XVII. Pengaruh gaya seni mebel ukir Renaisans itu kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, dan pada masa pemerintahan colonial gaya seni tersebut masuk ke bumi nusantara bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda dan Inggris.

Pada awalnya, barang mebel ukir yang digunakan oleh para bangsawan dan penguasa colonial diimpor dari Eropa Barat, namun beberapa sumber menjelaskan bahwa para penguasa Belanda mendatangkan tukang dari Eropa ke Indonesia untuk mengerjakan pembangunan dan pembuatan perabot rumah tangga. Mereka berbaur dengan tukang dari Cina dan Jawa sehingga terjadi pembauran gaya seni dan akulturasi budaya. Akibat pembauran tenaga teknik itu timbullah gaya seni Barok dan Racoco yang bekas-bekasnya dapat ditemukan di berbagai daerah di Jawa. Tiang bangunan ata kaki meja yang berukuran besar dan kokoh menunjukkan gaya seni Barok, sedangkan bentuk tiang bangunan, kaki kursi atau meja yang tampak ramping, mungil dan memberikan kesan ringan menunjukkan gaya seni Racoco.

Tradisi mebel ukir di jawa dimulai dari bentuk senthong dilengkapi dengan gladhak yang berada di senthong tengah rumah tinggal dan berfungsi sebagai tempat tidur. Perkembangan selanjutnya, muncul bentuk kursi yang dapat dirunut melalui keberadaan amben besar yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu sekaligus berfungsi sebagai tempat tidur. Umumnya para tamu duduk di atas amben bersama-sama dengan tuan rumah. Bentuk amben itu kemudian diberi sandaran sehingga berbentuk dengan sebutan glodhog, yaitu suatu jenis produk mebel yang berungsi sebagai tempat penyimpanan padi ata pecah belah.

Fakta yang ada menunjukkan, perkembangan mebel dimulai dari bentuk yang paling sederhana tanpa ukiran kemudian meningkat sampai pada mebel yang berukir indah, unik dan ringan. Pada akhirnya, produk mebel ukir yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai karya seni bermutu klasik, lengkap dengan daun meja marmer atau keramik porselin yang diimpor dari negeri China. Bahkan sudah sejak zaman dinasti Tang, keramik Cina yang berukuran serba besar sudah beredar di kawasan Nusantara, antara lain Kalimantan.

Pada abad ke 19, perkembangan industry ditandai dengan terjadinya suatu momentum teknik produksi mesin berhadapan dengan teknik buatan tangan. Beberapa indsutri mekanik membawa perubahan dramatis, seperti timbulnya industry tekstil yang makin menyudutkan unit-unit produksi kerajinan tangan.

Beberapa industry mekanik membawa perubahan dramatis, seperti timbulnya industry tekstil yang makin menyudutkan eksitensi unit-unit produksi kerajinan tangan. Peranan industry dengan memafaatkan desain produk menjadi semakin menguasai keadaan sehingga orang-orang Eropa menaruh curiga terhadap produk industri mesin. Atas jasa tulisan John Ruskin dan William Moris, timbul usaha untuk mengawinkan factor efisiensi dengan hiasan, seperti dapat diketahui melalui hadirnya perabot dari Michigan. Peristiwa itu lebih lanjut berpengaruh kuat bagi perkembangan industry seni kerajinan tangan dan industry mebel ukir di tanah air.

Abad ke 19 merupakan abad terpenting dalam pertumbuhan kegiatan industry seni dan kerajinan di kawasan Nusantara. Kegiatan industry seni dan kerajinan yang tergolong industry non-pertanian, pada decade awal abad itu menujukkan peranan yang besar bagi perekonomian masyarakat. Kegiatan industry non pertanian mulai diperhitungkan sebagai alternative pemecahan masalah ekonomi masyarakat yang sedang memburuk. Meskipun masih dalam kategori home industry, namun kegiatan di bidang mebel ukir sudah mengarah kepada unit usaha komersial dan makin menarik minat perajin, karena usaha itu telah dihargai dengan system kerja upah. Seperti dikemukakan oleh Walbeehm bahwa pada tahun 1804, para perajin sudah bekerja berdasarkan upah. Dia mengatakan, waarover hij vier dagen werk, f 2.5, terwil de groudstof-ijzer met een weinig staal hem nog geen f 0.5 kost. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa para perajin mendapatkan upah yang lebih tinggi, terutama bagi mereka yang tinggal di pusat industry mebel ukir seperti di Jepara. Oleh karena itu, perajin banyak yang berdatangan ke pusat kota industry untuk bekerja dan memburu rejeki. Walaupun di kota besar itu , mereka dituntut memiliki multi keterampilan yang memadahi agar mampu bersaing dengan pekerja lainnya. Meskipun demikian, gelombang urbanisasi tidak terelakkan lagi. Seperti yang dinyatakan oleh Fernando, bahwa pada tahun 1828 di Pekalongan dan Banyuwangi telah terjadi the driving force of all industries and crafts.

Ketika pemerintah colonial menerapkan system tanam paksa pada tahun 1830, terjadilah degradasi nilai pada perekonomian masyarakat. Sesudah itu, kegiatan industri non pertanian di bidang kerajinan kayu menunjukkan peningkatan jumlah perajin yang sangat pesat. Semula kegiatan industri mebel ukir belum diperhitungkan sebagai unit usaha ekonomi yang berarti. Faktor fasiltias produksi, distribusi dan pemasaran menghambat perkembangannya, sehingga belum dapat menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Pada tahun 1840, di Rembang dan Surabaya terdapat 700 dan 920 tukang dan undagi yang mengerjakan pembuatan kapal. Selain itu kegiatan pertukangan di bidang pembangunan rumah, pembuatan mebel ukir, dan seni kerajinan lainnya terus mengalami perkembangan sebagai kegiatan usaha industry yang menguntungkan.

Pada tahun 1833-1850, jumlah perajin di tanah Jawa tercatat dari 1.209.600 orang menjadi 2.077.550 orang. Apabila pada awal pertumbuhannya terasa sangat lamban, namun setelah terbukti kegiatan industry non pertanian atau industry kecil tersebut dapat meberikan kontribusi positif terhadap perbaikan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, perkembangannya mengalami peningkatan yang cepat. Pada tahun 1850, dinyatakan bahwa: the remaining 23% of all economically active people engaged in non agricultural economic activities.

Kegiatan industry seni kerajinan dan pertukangan dipandang sebagai satu alternative pemecahan ekonomi yang tepat dan meyakinkan. Namun pada akhir tahun 1870 jumlah penguasaha industry non pertanian di Jawa menurun tajam, yaitu tinggal 8000 perajin, sebagai akibat diterapkan politik baru yaitu adanya penghapusan system feudal kea rah modernisasi yang menimbulkan sikap ragu di kalangan perajin untuk tetap menekuni bidang profesinya. Perubahan itu sesungguhnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah colonial melalui dua sisi, yaitu melalui peroduksi rakyat dan melalui produksi perusahaan. Kegiatan perajin yang paling menonjol pada sekitar tahun 1870 an ialah pekerjaan di bidang pembangunan galangan kapal, pembuatan perahu layar, pembangunan rumah, pembuatan mebel ukir, dan industry tekstil. Perusahaan industri kapal yang aktif melaksanakan kegiatannya antara lain di Surabaya, Semarang, dan Cirebon, sedangkan di Jepara sudah tidak populer lagi sebagai daerah produsen kapal. Oleh karena itu, banyak perajin Jepara yang mengembara ke kota dan bekerja di perusahaan lain. Menurut Burger, sekitar tahun 1880-1890, rakyat mendatangi perusahaan untuk mencari pekerjaan. RUpanya, upaya penduduk untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain itu karena didorong oleh desakan ekonomi sebagai akibat berkurangnya tanah garapan. Pada akhir abad ke 19 tenaga khusus berketerampilan tinggi makin berkembang untuk melayani permintaan masyarakat di luar komunitasnya.

Di Jepara, proses produksi galangan kapal dalam jumlah kecil tetap berlangsung sampai dengan dekade ke 4 abad ke 20. Kelangsungan industri kapal di Jepara itu didukung oleh adanya pendidikan sekolah teknik negeri yang memilki jurusan perkapalan. Di jurusan itu para siswa diberi tugas praktek kerja untuk membuat kapal sesuai kurikulum yang ada. Akan tetapi sesudah tahun 1959, jurusan perkapalan itu ditutup oleh pemerintah karena dipandang sudah tidak menguntungkan bagi masa depan peserta didik. Kegiatan industri selanjutnya berkaitan dengan permbuatan perabot rumah tangga, antara lain almari, meja, kursi, bangku, slintru, dan perabot berukir lainnya. Masyarakat berusaha meniru kehidupan keraton yang dianggap ideal, mereka mencoba membuat barang kebutuhan hidup seperti yang ada di dalam istana atau keraton.

Umumnya masyarakat membuat sendiri atau mendatangkan tenaga terampil di sekitar desanya untuk membuatkan barang yang diperlukan.

Pada tahun 1880, usaha industri kecil di Jepara baru mencapai 10,5% atau 12.215 perusahaan yang melibatkan 116.456 buruh. Selebihnya sebesar 76,8 % atau sebanyak 89.332 pengusaha bergerak di bidang pertanian., 7,8% atau 9.102 usaha dagang, dan 3% atau 3.508 pengusaha bergerak di bidang layanan publik. Melihat potensi perajin yang besar di Jepara itu, RA Kartini mencoba menghimpun dan mengembangkannya. Pada dekade terakhir abad ke 19, tidak kurang dari 50 orang tenaga kerja ahli mebel ukir dikumpulkan Kartin di kompleks kabupaten Jepara untuk mengerjakan berbagai pesanan. Pesanan itu datang dari kalangan bangsawan, orang kaya, pejabat pemerintah dan orang orang Eropa Barat. Berkembangnya pesanan dari Eropa itu berhubungan erat dengan usaha Kartini mengikuterstakan karya perajin Jepara pada Pameran Karya Wanita di Den Haag tahun 1898. Karya perajin Jepara yang dipamerkan itu ternyata memancing minat pembeli dan pecinta seni di Eropa untuk membantu melestarikan dan mengembangkannya. Hal itu terbukti dengan hadirinya parat turis Eropa barat ke Jepara dan terbitnya beberapa artikel yang dimuat di media massa Eropa Barat.

sumber :  SP Gustami

Posted in Barok (Baroque) dan Rococo, Baroque, karya pengrajin, karya seni, karya tradisional, ngrawit, ngremit, profil berukir, ratu kalinyamat, Rococo, Slintru yang diukir tembus pandang (krawangan), ukir, ukir jepara, ukir kayu, ukiran, werit | Tagged: , , , , , , | 4 Comments »